Tidak ada istilah terlalu muda atau terlalu tua untuk sukses
merintis bisnis. Berawal dari bisnis modal kecil yang mereka tekuni, pengusaha
bernama Sally Giovanny beserta suami Ibnu Riyanto ini mampu meraih kesuksesan
dan menjadi jutawan di usia muda.
Sally Giovanny merintis usaha bersama dengan Ibnu Riyanto
suaminya yang sama-sama masih berusia muda, yang pada waktu itu masih berusia
17 tahun, dengan berjualan kain kafan/ kain mori yang modalnya mereka peroleh
dari uang amplop (angpao) pernikahan mereka.
img : kabarmakkah.com |
Dengan ilmu bisnis yang diperoleh dari seminar-seminar,
mereka berupaya agar bisa menjual lebih banyak dan membuat penjualan berulang.
Lingkungan tempat tinggalnya yang banyak terdapat industri pembuatan batik,
membuat mereka merubah target penjualan yang awalnya kain mori dijual untuk
orang meninggal, menjadi kain mori yang dijual untuk pembuatan kain batik.
Interaksi dengan banyak pembuat batik membuat mereka tahu
cara membuat batik. Dengan kemauan keras untuk belajar membuat batik, akhirnya
mereka bisa membuat batik sendiri.
Pada tahun 2007, ketika pertama kali menjual kain batik
produk mereka sendiri ke pasar Tanah Abang Jakarta, ternyata kain batik mereka
tidak laku.
Mereka kemudian mengevaluasi penyebab kenapa kain batik
mereka tidak laku dijual. Sebuah kesalahan yang mereka temukan, bahwa mereka
tidak melakukan riset pasar sebelum memproduksi batik. Mereka membuat batik
tanpa melihat kebutuhan atau selera pasar, sehingga produk mereka tidak
diterima pasar.
Dengan memperhatikan motif batik yang laku di pasaran,
mereka kemudian merubah motif batik yang mereka produksi agar sesuai dengan
selera pasar. Hasil produksi batik mereka yang motifnya disesuaikan dengan
selera pasar, ternyata bisa diterima dan laku di pasaran.
Upaya untuk memperluas pasar penjualan kain batik dengan
brand Batik Trusmi produksi mereka terus dilakukan. Tidak hanya di Jakarta,
namun juga mencoba memasarkannya ke Bali. Pasar luar negeri juga di jajakinya,
namun respon pasar luar masih belum begitu bagus.
Perjuangan mereka tidak sia-sia. Mall dengan konsep One stop
shoping batik terbesar di Cirebon, seluas 1,5 hektar berhasil mereka bangun. 10
outlet batik yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. Dengan
jumlah pegawai yang cukup banyak, sekitar 850 orang yang bekerja di mall serta
outlet-outlet miliknya. Serta mengkaryakan sekitar 400 orang pengrajin.
“Manajemen waktu, fokus dan komitmen dalam menjalani
prosesnya.” Merupakan kunci kesuksesan bisnis mereka.
Setelah berhasil mengembangkan bisnis batik, mereka juga
mulai merambah ke bisnis property, sport center, media online dan restoran.
Bagaimana kisah selengkapnya, silahkan simak wawacara mereka
dengan Deddy Corbuzier di acara Hitam Putih.
Semoga bermanfaat. Bagaimana menurut Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar